PASKIBRAKA pasti teman-teman sekalian tahuu kann ... kalo nggak tauuu, kata temen gue nih yah KAMSEUPAY !!' hahaha, Korban Sinetron itu mah . Buat yang nggak tau,, gue kasih tau nih yah Paskibraka itu adalah singakatan dari Pasukan Pengibar bendera Pusaka.
Di sekolah gue, tepatnya di SMA Negeri 1 Sungguminasa ada organisasi Paskibra namanya Paskibra159. Saat MOSB di hari terakhir, yaitu perkenalan tiap organisasi, gue ngelihat penampilan dari kakak-kakak Paskibra159 keren bangeetttt. Gue langsung kesemsem sama Paskibra, trus gue masuk dalam organisasi ini. (Jika teman-teman sekalian ingin tahu mengenai Paskibra159 silahkan follow @Paskibra159)
Hmm,, tahuu nggak, Paskibraka itu adalah salah satu cita-cita gue dari kecil. Gue kepingin banget jadi seorang Paskibraka, apa lagi Paskibraka Nasional, yang ngibar di Istana Negara itu loh *mimpi-_-. Tahun ini gue ikut seleksi Calon Paskibraka Nasional dan Provinsi, yah Alhamdulillah gue lulus jadi Calon Paskibraka Provinsi Sulawesi-Selatan, walaupun bukan Paskibraka Nasional *nangis (<---DramaQuueen) hahah.
Okey, Guy's, kayaknya cerita gue dah kelewat panjang yah,, heheh, maaf. Baik kali ini gue akan membahas sedikit tentang Sejarah Paskibraka, semoga bermanfaat untuk teman-teman sekalian. Selamat Membaca.
SEJARAH PASKIBRAKA
Beberapa
hari menjelang peringatan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan RI pertama.
Presiden Soekamo memberi tugas kepada ajudannya,Mayor M. Husein Mutahar
untuk mempersiapkan upacara peringatan Detik-Detik Proklamasi Kemerdekaan
Indonesia 17 Agustus 1946, dihalaman Istana Presiden Gedung Agung
Yogyakarta
Pada saat itu, sebuah gagasan berkelebat di benak
Mutahar. Alangkah baiknya bila persatuan dan kesatuan bangsa dapat
dilestarikan kepada generasi muda yang kelak akan menggantikan para
pemimpin saat itu. Pengibaran bendera pusaka bisa menjadi simbol
kesinambungan nilai-nilai perjuangan. Karena itu, para pemudalah yang
harus mengibarkan bendera pusaka. Dari sanalah kemudian dibentuk
kelompokkelompok pengibar bendera pusaka, mulai dari lima orang pemuda -
pemudi pada tahun 1946 —yang menggambarkan Pancasila.
Namun,
Mutahar mengimpikan bila kelak para pengibar bendera pusaka itu adalah
pemuda-pemuda utusan dari seluruh daerah di Indonesia. Sekembalinya
ibukota Republik Indonesia ke Jakarta, mulai tahun 1950 pengibaran
bendera pusaka dilaksanakan di Istana Merdeka Jakarta. Regu-regu
pengibar dibentuk dan diatur oleh Rumah Tangga Kepresidenan Rl sampai
tahun 1966. Para pengibar bendera itu memang para pemuda, tapi belum
mewakili apa yang ada dalam pikiran Mutahar. Tahun 1967, Husain Mutahar
kembali dipanggil Presiden Soeharto untuk dimintai pendapat dan
menangani masalah pengibaran bendera pusaka. Ajakan itu, bagi Mutahar
seperti "mendapat durian runtuh" karena berarti ia bisa melanjutkan
gagasannya membentuk pasukan yang terdiri dari para pemuda dari seluruh
Indonesia. tersirat dalam benak Husain Mutahar akhirnya menjadi
kenyataan. Setelah tahun sebelumnya diadakan ujicoba, maka pada tahun
1968 didatangkanlah pada pemuda utusan daerah dari seluruh Indonesia
untuk mengibarkan bendera pusaka. Sayang, belum seluruhnya provinsi bisa
mengirimkan utusannya, sehingga pasukan pengibar bendera pusaka tahun
itu masih harus ditambah dengan eks anggota pasukan tahun 1967.
Selama
enam tahun, 1967-1972, bendera pusaka dikibarkan oleh para pemuda
utusan daerah dengan sebutan “Pasukan Penggerek Bendera Pusaka”. Nama,
pada kurun waktu itu memang belum menjadi perhatian utama, karena yang
terpenting tujuan mengibarkan bendera pusaka oleh para pemuda utusan
daerah sudah menjadi kenyataan. Dalam mempersiapkan Pasukan Penggerek
Bendera Pusaka, Husein Mutahar sebagai Dirjen Udaka (Urusan Pemuda dan
Pramuka) tentu tak dapat bekerja sendiri. Sejak akhir 1967, ia
mendapatkan dukungan dari Drs Idik Sulaeman yang dipindahtugaskan ke
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (dari Departemen Perindustrian dan
Kerajinan) sebagai Kepala Dinas Pengembangan dan Latihan. Idik yang
terkenal memiliki karakter kerja sangat rapi dan teliti, lalu
mempersiapkan konsep pelatihan dengan sempurna, baik dalam bidang fisik,
mental, maupun spiritual. Latihan yang merupakan derivasi dari konsep
Kepanduan itu diberi nama ”Latihan Pandu Ibu Indonesia Ber-Pancasila”.
Setelah melengkapi silabus latihan dengan berbagai atribut dan pakaian
seragam, pada tahun 1973 Idik Sulaeman melontarkan suatu gagasan baru
kepada Mutahar. ”Bagaimana kalau pasukan pengibar bendera pusaka kita
beri nama baru,” katanya. Mutahar yang tak lain mantan pembina penegak
Idik di Gerakan Pramuka menganggukkan kepala. Maka, kemudian meluncurlah
sebuah nama antik berbentuk akronim yang agak sukar diucapkan bagi
orang yang pertama kali menyebutnya. Akronim itu adalah PASKIBRAKA, yang
merupakan singkatan dari Pasukan Pengibar Bendera Pusaka. ”Pas” berasal
dari kata pasukan, ”kib” dari kata kibar, ”ra” dari kata bendera dan
”ka” dari kata pusaka. Idik yang sarjana senirupa lulusan Institut
Teknologi Bandung (ITB) itupun juga segera memainkan kelentikan
tangannya dalam membuat sketsa. Hasilnya, adalah berbagai atribut yang
digunakan Paskibraka, mulai dari Lambang Anggota, Lambang Korps, Kendit
Kecakapan sampai Tanda Pengukuhan (Lencana Merah-Putih Garuda/MPG). Nama
Paskibraka dan atribut baru itulah yang dipakai sejak tahun 1973 sampai
sekarang. Sulitnya penyebutan akronim Paskibraka memang sempat
mengakibatkan kesalahan ucap pada sejumlah reporter televisi saat
melaporkan siaran langsung pengibaran bendera pusaka setiap tanggal 17
Agustus di Istana Merdeka. Bahkan, tak jarang wartawan media cetak masih
ada yang salah menuliskannya dalam berita, misalnya dengan
”Paskibrata”. Tapi, bagi para anggota Paskibraka, Purna (mantan)
Paskibraka maupun orang-orang yang terlibat di dalamnya, kata Paskibraka
telah menjadi sesuatu yang sakral dan penuh kebanggaan.
Memang
pernah, suatu kali nama Paskibraka akan diganti, bahkan pasukannya pun
akan dilikuidasi. Itu terjadi pada tahun 2000 ketika Presiden Republik
Indonesia dijabat oleh KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur. Kata ”pusaka”
yang ada dalam akronim Paskibraka dianggap Gus Dur mengandung makna
”klenik”. Untunglah, dengan perjuangan keras orang orang yang berperan
besar dalam sejarah Paskibraka, akhirnya niat Gus Dur untuk melikuidasi
Paskibraka dapat dicegah. Apalagi, Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun
1958 tentang Bendera Kebangsaan Republik Indonesia, pada pasal 4
jelas-jelas menyebutkan: (1) BENDERA PUSAKA adalah Bendera Kebangsaan
yang digunakan pada upacara Proklamasi Kemerdekaan di Jakarta pada
tanggal 17 Agustus 1945. (2) BENDERA PUSAKA hanya dikibarkan pada
tanggal 17 Agustus. (3) Ketentuan-ketentuan pada Pasal 22 tidak berlaku
bagi BENDERA PUSAKA. (Pasal 22: Apabila Bendera Kebangsaan dalam keadaan
sedemikian rupa, hingga tak layak untuk dikibarkan lagi, maka bendera
itu harus dihancurkan dengan mengingat kedudukannya, atau dibakar). Itu
berati, bila Presiden ngotot mengubah nama Paskibraka, berarti dia
melanggar PP No. 40 Tahun 1958. Presiden akhirnya tidak jadi membubarkan
Paskibraka, tapi meminta namanya diganti menjadi ”Pasukan Pengibar
Bendera Merah-Putih” saja. Hal ini di-iyakan saja, tapi dalam siaran
televisi dan pemberitaan media massa, nama pasukan tak pernah diganti.
Paskibraka yang telah menjalani kurun sejarah 32 tahun tetap seperti apa
adanya, sampai akhirnya Gus Dur sendiri yang dilengserkan.
0 komentar:
Posting Komentar